Pada 29 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan salah satu fatwa yaitu mengharamkan paham liberalisme. Fatwa MUI tersebut tidak lepas dari makin maraknya “Liberalisme Islam” yaitu penafsiran ajaran Islam secara bebas bahkan menyimpang dari paham yang diyakini mayoritas umat Islam, dimana menganggap semua agama sama, memperbolehkan menikah dengan beda agama, perlu mengkaji ulang Al-Qur’an dan Hadist karena tidak sesuai dengan jaman lagi, tidak mengakui adanya hukum Tuhan dan syariat mu’amalah (pergaulan antar manusia menafikan syari-at jilbab, hudud (pidana Islam), dan sebagainya. Namun sejumlah tokoh Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, mendesak MUI untuk mencabut fatwa yang mengharamkan Liberalisme. Loh, kenapa pak? Hal itu dikarenakan dalam Nahdlatul Ulama (NU) masih berkembang paham liberal.
Bentuk Liberalisme itu seperti juga adanya pengokohan hegemoni barat melalui kristenisasi, imperialisme modern, dan orientalisme. Wah, begitu besarnya bahaya liberalisme Islam, lalu bagaimana masyarakat awam yang cetek dengan ilmu agama seperti saya ini menanggapi hal itu? Sedangkan para orang alim dan ahli agama seperti ulama-ulama banyak yang melakukan perdebatan mengenai ajaran Islam itu sendiri. Memang hal tersebut sudah diramalkan berabad-abad lalu bahwa akan terjadi hal seperti ini, namun apakah adanya perdebatan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan umat Islam antara ulama-ulama merupakan buatan agar pemahaman Islam yang benar diselewengkan??
Saya memandang bahwa perdebatan yang terjadi adalah wajar dan arus Liberalismepun akan menjamur semakin subur, namun terkadang juga membuat bingung. Namun saya berkeyakinan bahwa Islam agama yang paling benar dan sangat jelas adanya aturan-aturan yang berlaku melalui AL-Qur’an dan Hadist.Terkadang saya bertanya jika kita menginginkan persatuan umat Islam dan hari depan umat Islam yang cerah mengapa kita tidak bersatu? Tapi malah memilih berkotak-kotak membuat kelompok bahwa “kami” lah yang paling benar. Wallahu a’alam.
Referensi:
Tabloid Alhikmah no. 18. Januari 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar