Selasa, 15 Januari 2008

Demokrasi or...??

Bicara masalah Demokrasi di Indonesia memang tidak akan ada habis-habisnya, ada kemungkinan pun menjadi tidak berujung. Terlebih lagi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini.

Sekedar mencermati pengertian demokrasi yang dianut Indonesia adalah demokrasi Pancasila dimana sesuai dengan kepribadian bangsa yang digali dari tata nilai budaya sendiri. Hal tersebut sudah dipraktekan jauh sebelum Indonesia merdeka. Keberhasilan tersebut mengandung nilai keluhuran dari “kekeluargaan” dan “ musyawarah”. Namun sangat disayangkan hal itu hanya terjadi pada masa Indonesia sebelum merdeka dan tak lama setelah merdeka.

Dahulu meskipun bangsa kita dijajah oleh bangsa lain bangsa Indonesia sangat sangat sangat sangat mencintai tanah airnya sehingga rela mengorbankan nyawa sekalipun. Kini setelah para penjajah menghilang yang tersisa seperti anda katakan hanya doktrin”jajahan”. Tetapi maraknya arus kapitalisme di Indonesia dan westernisasi membuat bangsa Indonesia mementingkan dirinya sendiri. Dimana yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Sehingga kacaunya paham demokrasi di Indonesia adalah karena belum terpenuhinya MENU RAKYAT.

Oleh karena itu, Saya setuju dengan pendapat sahabat saya, Asih Novianti bahwa Indonesia kurang cocok dengan paham demokrasi. Mungkin sebaiknya menganut paham otoriter saja agar “tau rasa” , tapi bisakah otoriter dengan mengadopsi paham demokrasi? sepertinya saya lebih memilih yang ini. Agar bangsa Indonesia mempunyai aturan dalam membangun negaranya.

Sebutan tukang ngaret, buang sampah sembarangan, korupsi dan jorok adalah bukti bahwa bangsa Indonesia kini tidak lagi mencintai negaranya sendiri.Bahkan banyak orang yang mengatakan “saya tidak bangga menjadi bangsa Indonesia”. Bukankah seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia generasi penerus merasa MALU terhadap NEGARA INDONESIA. Bukankah kata-kata” saya tidak bangga” seharusnya disebutkan oleh Negara kepada bangsanya sendiri?.

Yaaah,,semoga saja pada PEMILU 2009 mendatang bangsa Indonesia dapat memberikan pemimpin yang benar-benar mencintai negaranya. Sehingga masalah cocok atau tidak cocoknya demokrasi bagi Indonesia tidak menjadi permasalahan atas kondisi Indonesia yang terjadi sekarang ini.

Devisa Manusia

Saya merasa prihatin atas peristiwa yang menimpa para TKW Indonesia yang bekerja di Malaysia. Betapa menyedihkan mencari nafkah di negeri orang hingga kejadian tragispun harus mereka lewati. Mulai dari pelaggaran HAM sampai kekerasan. Terkadang saya bertanya, apa saja yang dikerjakan para perwakilan diplomatic Indonesia disana??apakah hanya bersenang-senang menghabiskan uang Negara?

Pada tanggal 21 Januari 2006 saya mengikuti kegiatan “Short Diplomatic Practice “ dari Universitas Pasundan. Kami mengunjungi Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia, dan melakukan diskusi mengenai berbagai masalah yang menimpa Indonesia salah satunya
Tenaga kerja Indonesia, dimana beliau mengatakan bahwa permasalahan yang mencuat kepermukaan adalah salah satu kasus yang sudah mendapat penanganan, berarti masih banyak kasus yang menimpa tenaga kerja Indonesia yang belum terselesaikan??

Minggu, 13 Januari 2008

Kepemimpinan Perempuan

Nabi bersabda, “ Perempuan itu adalah tiang Negara. Bila ia tidak baik maka akan baiklah dan sebaliknya bila ia rusak maka rusaklah Negara.”

Sering sekali saya berdebat dengan teman dekat alias “pacar”, mengenai kedudukan dan posisi perempuan dalam kepemimpinan dan segala aspek kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh perempuan “saat ini” dan jika ada peran saya yang menonjol selalu saya berkata berdasarkan sabda Nabi diatas. Adanya perbedaan pendapat yang membuat saya “muak” dengan laki-laki tapi sepertinya “dia”, mungkin begitu juga sebaliknya. Karena saya memandang segala opini-opini yang diucapkan bersifat egois dan tidak mau dikalahkan oleh saya.yaaa…mungkin kita satu sama lain belum memahami benar hakikat atau kedudukan antara laki-laki dan perempuan.
Lahirnya feminisme di Indonesia pada era 1980-an, bermunculan pula pembicaraan tentang perempuan dengan berbagai variasi, mulai dari emansipasi, peran ganda, pemberdayaan, pelecehan seksual dan hak-hak perempuan.
Mendengar kata pemimpin identik dengan laki-laki, padahal belum tentu laki-laki menguasi kepemimipinan dimuka bumi. Namun dalam surat An Nisaa ayat 34 dijelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Jadi…?
Dahulu perempuan jarang dipandang, bahkan ada yang sampai membunuh perempuan sampai datanglah agama Islam untuk mengangkat dan melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak. Tugas pokok manusia adalah sebagai khalifah dimuka bumi. Dimana sebagai pengemban amanat Allah untuk mengolah, memelihara dan mengembangkan bumi. Jadi, antara laki-laki dan perempuan adalah sama.
Rasulullah menegaskan bahwa semua manusia adalah pemimpin. Dalam buku Memposisiskan Kodrat: Perempuan dan Perubahan dalam Perspektif Islam, setiap manusia secara fungsional dan social adalah pemimpin. Akan tetapi ada manusia yang yang bisa merealisasikan potensinya dan ada manusia yang tidak bisa merealisasikan potensinya menjadi pemimpin.

Karena hal tersebut diatas, sekarang ini banyak perempuan yang dapat merealisasikan potensinya melebihi laki-laki. Sehingga terkadang kaum perempuan meremehkan atau menyepelekan kemampuan laki-laki. Benar begitu?? Ada kemungkinan perdebatan yang terjadi diatas karena terkadang saya menyepelekan kemampuan laki-laki.
Saya mendukung mengenai kepemimpinan perempuan asal dapat menempatkan kodratnya sebagai perempuan dimana mempunyai fungsi dan peran yang berbeda dengan kaum laki-laki. Bagaimanapun juga laki-laki juga menginginkan perempuan menjadi seperti “perempuan” bukan seperti “laki-laki”. Yah, begitu juga sebaliknya.